Selasa, 10 Desember 2019
Rabu, 27 November 2019
Rekrutmen CPNS 2019
REKRUTMEN CPNS
Tahun 2019 ini Pemerintah kembali menggelar
rekrutmen CPNS, dan seperti tahun sebelumnya, peserta akan menempuh Seleksi
kompetensi Dasar SKD dan seleksi
kompetensi bidang SKB.
Seleksi Kompetensi Dasar (SKD)
dimaksudkan untuk menggali pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku
peserta ujian yang meliputi wawasan nasional, regional, dan internasional
maupun kemampuan verbal, kemampuan kuantitatif, kemampuan penalaran, kemampuan
beradaptasi, pengendalian diri, semangat berprestasi, integritas, dan
inisiatif. Kompetensi bidang meliputi tiga hal, seperti yang dikutip
penulis dari
a. Tes Intelegensi Umum (TIU)
Jumlah
soal 35 dengan passing grade 80
TIU untuk
menilai tiga kemampuan yaitu kemampuan verbal, kemampuan numerik, dan kemampuan
figural. Kemampuan verbal meliputi analogi, silogisme, dan analitis. Sementara,
kemampuan numerik adalah berhubungan dengan berhitung, deret angka,
perbandingan kuantitatif, dan soal cerita. Kemampuan figural mengukur kemampuan
individu dalam bernalar melalui perbandingan dua gambar, perbedaan beberapa
gambar, dan juga pola hubungan dalam bentuk gambar.
b. Tes Karakteristik Pribadi (TKP)
Jumlah
soal 35 dengan passing grade 126
TKP merupakan
tes untuk menilai perilaku terkait pelayanan publik, jejaring kerja, sosial
budaya, teknologi informasi dan komunikasi serta profesionalisme.
c. Tes Wawasan Kebangsaan (TWK),
Jumlah
soal 30 dengan passing grade 65
TWK bertujuan
menilai penguasaan pengetahuan dan kemampuan mengimplementasikan nasionalisme,
integritas, bela negara, pilar negara, dan Bahasa Indonesia.
Bersama
ini ada buku soal – soal latihan, semoga
cukup membantu teman – teman belajar. Afdolnya, teman – teman membeli buku
tersebut di toko buku agar lebih mudah mempelajarinya. Senin, 25 November 2019
HARI GURU TAHUN 2019
PIDATO MENDIKBUD HARI GURU NASIONAL TAHUN 2019
Bapak dan Ibu Guru yang saya hormati,
Biasanya tradisi Hari Guru dipenuhi oleh kata-kata inspiratif dan retorik. Mohon maaf, tetapi hari ini pidato saya agak sedikit berbeda. Saya ingin berbicara apa adanya, dengan hati yang tulus, kepada semua guru di Indonesia, dari Sabang sampai Merauke.
Guru Indonesia yang Tercinta, tugas Anda adalah yang termulia sekaligus yang tersulit.
Anda ditugasi untuk membentuk masa depan bangsa, tetapi lebih sering diberi aturan dibandingan dengan pertolongan.
Anda ingin membantu murid yang mengalami ketertinggalan di kelas, tetapi waktu Anda habis untuk mengerjakan tugas adminstratif tanpa manfaat yang jelas.
Anda tahu betul bahwa potensi anak tidak dapat diukur dari hasil ujian, tetapi terpaksa mengejar angka karena didesak berbagai pemangku kepentingan.
Anda ingin mengajak murid keluar kelas untuk belajar dari dunia sekitarnya, tetapi kurikulum yang begitu padat menutup pintu petualangan.
Anda frustasi karena Anda tahu bahwa di dunia nyata kemampuan berkarya dan berkolaborasi akan menentukan kesuksesan anak, bukan kemampuan menghapal.
Anda tahu bahwa setiap anak memiliki kebutuhan berbeda, tetapi keseragaman telah mengalahkan keberagaman sebagai prinsip dasar birokrasi.
Anda ingin setiap murid terinspirasi, tetapi Anda tidak diberi kepercayaan untuk berinovasi.
Saya tidak akan membuat janji-janji kosong kepada Anda. Perubahan adalah hal yang sulit dan penuh dengan ketidaknyamanan. Satu hal yang pasti, saya akan berjuang untuk kemerdekaan belajar di Indonesia.
Namun, perubahan tidak dapat dimulai dari atas. Semuanya berawal dan berakhir dari guru. Jangan menunggu aba-aba, jangan menunggu perintah. Ambilah langkah pertama.
Besok, dimanapun Anda berada, lakukan perubahan kecil di kelas Anda.
- Ajaklah kelas berdiskusi, bukan hanya mendengar.
- Berikan kesempatan murid untuk mengajar di kelas.
- Cetuskan proyek bakti sosial yang melibatkan seluruh kelas.
- Temukan suatu bakat dalam diri murid yang kurang percaya diri.
- Tawarkan bantuan kepada guru yang sedang mengalami kesulitan.
Apa pun perubahan kecil itu, jika setiap guru melakukannya secara serentak, kapal besar bernama Indonesia ini pasti akan bergerak.
Selamat Hari Guru
#merdekabergerak #gurupenggerak
Nadiem Anwar Makarim
.
Sumber:https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2019/11/pidato-mendikbud-pada-upacara-bendera-peringatan-hari-guru-nasional-tahun-2019
Minggu, 24 November 2019
Cermin 5
PUSPA YANG HILANG….
Tampaknya ini lagi musim kuku bercutex. Warna – warni. Menyala. Banyak muridku yang melakukannya. Satu dilarang, muncul sepuluh yang lain.Sudahlah, mungkin ini kreatifitas, lagi masanya mereka mengekspresi kan diri. Namun warna – warna cutex mengingatkanku pada Puspa. Lima tahun lalu…
Puspa gadis yang demikian lembut.Sungguh aku terkejut ketika menjumpai kukunya bercutex hitam. Ia melengkapi asesorinya dengan gelang – gelang hitam pula. Kuhitung ada sembilan. (ketika kutanya mengapa tidak sepuluh sekalian, Ia menjawab sembilan adalah angka keberuntungan. Ahai…. Jawaban yang menurutku rada – rada aneh. Seperti tukang ramal saja.) Kurasa gelang – gelang itu mengganggunya. Setiap akan menulis, ia musti
merapikan gelangnya.“Kamu malah seperti
rocker….”,sentilku. Puspa tertawa. Tidak keras. Penampilannya sama sekali bertolak belakang dengan kelembutannya. Sama sekali tidak cocok. Dan kala itu hanya Puspa yang bercutex. Hitam pula. Tetapi beberapa hari kemudian ia menghapusnya. Bukan atas kemauannya, tapi karena banyak guru
menegurnya.*
Hari
ini ia tidak masuk sekolah tanpa ijin. Juga kemarin. Mungkin ia malu karena selalu
kena tegur karena tampilannya itu. Informasi yang kuterima berbeda dengan pandanganku
padanya.
“sejak
SMP sudah sering bolos kok bu”, Tia memberi info.
“Teman
– temannya nggak beres lho bu”, tambah Maya.
“Nggak
beres bagaimana?”
“Ya
gitulah.... nggak anak sekolahan. Mungkin dia nggak sekolah lagi,bu”.
“Maksudnya?” Tia dan Maya saling pandang. Ketika istirahat mereka memberi
informasi yang membuatku hampir pingsan.
*
Bapaknya yang datang ketika sekolah memanggil orang
tuanya. Beliau ternyata masih seumurku. Anaknya sudah SMA, sementara
sulungku masih belajar di Sekolah Dasar.
“Sebenarnya aku tidak mengenal dengan baik anakku itu “, sang Bapak menerawang.,”
Akhir akhir ini memang ia sering ke rumah. Minta uang untuk beli buku. Kuusahakan
untuk selalu memenuhi permintaannya sebagai penebus dosaku.” Kepalaku mendadak
pusing dengan prolog yang membingungkan
ini.
“Puspa adalah anak yang tidak kami inginkan. Lina hamil ketika kami masih
kuliah semester dua. Orang tuanya tidak saja menolak keinginanku untuk bertanggung
jawab, tetapi mereka bahkan mengusirku dan tidak mengijinkan kami bertemu.
Hubungan kami terputus sama sekali. Sampai kemudian Puspa menemuiku. Ia minta
beaya untuk masuk SMA. Ternyata selama ini dia tinggal dengan eyangnya. Ia bahkan
hanya sekejap merasakan belaian mamanya karena tak lama setelah Puspa lahir,
Lina segera menikah dan pindah kota”.
“Benarkah berita tentang Puspa yang selama ini beredar?” tanyaku serak.Laki
– laki di depanku tampak menghela napas panjang,“Bisa jadi benar Bu...”. Aku
merasakan seputarku berkeliling.*
Siswa bantara pramuka mengadakan bakti sosial di desa
kaki gunung dengan kegiatan penanaman pohon buah - buahan di halaman rumah warga.Aku dan beberapa
guru ditugasi untuk mendampingi mereka. Daerah yang dingin menggigit, namun
menjamur hotel – hotel melati,“Ayolah jalan – jalan, jangan di rumah saja.Sembari
kita lihat suasana malamnya”, kata Pak Tino dengan tawa khasnya. Akhirnya kami
semua melawan dingin dengan memutari kawasan remang – remang. Inilah untuk pertama
kalinya aku melihat aquarium. Aku menangis melihat gadis – gadis muda di aquarium
itu. Ah sebutan yang menyakitkan. Wahai kalian penghuni aquarium akankah itu
kehendakmu?
Aku teringat Untung yang ingin jadi satpam hotel. Ia
memang berasal dari daerah sekitar sini. Pantas dia punya cita – cita seperti
itu. Kemeriahan dan kegemerlapan selalu memesona anak muda. Sebuah hotel tampak
ramai pengunjung. Aku berhenti agak lama. Kubiarkan teman – teman jalan duluan.
Toh hanya seputaran. Aku tidak bakal tersesat.
“Ibu….?” Seseorang berlari mendekat dan mencium tanganku. Oiii… ternyata
Untung. Sama sekali tidak kuduga bertemu dengannya sejak ia lulus dari sekolah
kami. Ia tampak gagah dengan seragam satpamnya.
“Ibu kok disini?... wah ntar dikira siapa lho bu, ada orang tua cari anaknya“,
godanyacengengesan. Kutarik rambutnya yang panjang, ”plisss… jangan di push
up bu”. Ealah ternyata ia masih ingat
hukuman yang kuberikan karena janjinya memendekkan rambut tidak juga terlaksana.
“Ramai sekali hotelmu”
“Pelayanan kami prima, bu”, lagaknya sok promosi.
“Gadis – gadis itu termasuk pelayanan prima?” tanyaku. Ia terbahak.
Sungguh jelek sekali tawanya. ”Pantas kamu ingin bekerja disini”. Untung mengajakku
minum kopi di resto itu. Antara keinginan menolak karena malu dan rasa penasaran
menjadi satu. Aku agak bergidik melihat suasananya. Juga pengapnya asap rokok. Untung
mestinya libur malam ini.
“Biasalah Bu, cari tips bawa tamu ….”.Ia bercerita banyak tentang alasan
gadis – gadis itu berada disini.Ternyata tidak semua karena faktor ekonomi. Ada
yang ingin bisa tampil mewah. Ada yang sakit hati ditinggal pacar atau dikhianati
suami. Dadaku sesak. Seberapa berat sebenarnya beban mereka sampai memutuskan
tinggal disini. Aku meyakini banyak pekerjaan lain yang bisa mereka lakukan.
Sekelebatan kulihat pasangan meninggalkan ruangan. Sepertinya aku mengenal gadis
itu…Puspa- kah?
“Benar Bu, ia stok baru laris manis. Ibu mengenalnya? “. Mataku terasa
pedih oleh buliran air mata.
“Ia sempat jadi murid ibu sebentar. Kemudian menghilang. Bahkan ayahnyapun
tidak tahu ia kemana”.
“Ia tinggal bersamaku,Bu”
“Lhooo…..dia istrimu?” tanyaku kaget. Untung menggeleng,”Mana mau ia denganku
yang hitam jelek begini”.
Puspa datang ke hotel itu untuk mencari kerja.
Untung yang menemuinya.Namun bertolak belakang dengan wataknya yang suka
menggoda, Untung justru merasa kasihan setelah gadis itu bercerita banyak. Puspa
tidak ingin anaknya kehilangan kasih sayang seperti dirinya. Ia bilang tidak
punya siapa – siapa kecuali anaknya. Puspa memilih meninggalkan suaminya ketika
tahu suaminya telah memiliki istri. Ia harus bekerja untuk kehidupan mereka
berdua. Untung lantas mengajaknya ke rumah. Ibunya bahkan langsung menyayangi anak
Puspa, dan bersedia menjaganya selama Puspa bekerja.
“Sungguh mulia kalian”
“Tidak juga,bu. Kami hanya memberi tumpangan dari panas dan hujan. Ia
berbeda….”
“Jangan – jangan … diam – diam kamu jatuh cinta padanya”, Untung tertawa
lepas,” meski bekerja di tempat begini, aku ingin istri baik – baik. Ibu percaya
kalau aku masih perjaka?” Untung mengerling jenaka.
“Mbuh..”, jawabku kesal. *
Aku
tidak menduga Puspa mengundangku pada acara ulang tahun anaknya.Pasti Untung bercerita
tentang pertemuan kami. Puspa tidak malu menceritakan perjalanan hidupnya.
Meski selama ini ia bergaul dengan anak – anak yang tidak sekolahan, hura – hura
kesana kemari, tapi ia mampu menjaga
kesuciannya.(di titik ini, aku agak sulit mempercayai ceritanya). Sampai ia
ketemu Pak Bing, yang seusia ayahnya, yang menasehatinya untuk lepas dari teman
– temannya. Pak Bing yang kemudian menikahinya secara siri. Pak Bing yang
kemudian ia tinggalkan karena telah beristri. Ia memang bahagia bersama Pak
Bing, tapi ketika suatu sore bertemu
istri Pak Bing, Ia sungguh merasa bersalah dengan perempuan sebaik itu. Perempuan
seumur ibunya. Ibu yang selama ini kehadirannya
ia rindukan.
“Di hotel, aku hanya menemani pelanggan ngobrol, sesekali ikut minum, tapi
aku dalam kendali untuk tidak mabuk”. Ini titik kedua dimana aku lagi – lagi
sulit untuk mempercayainya.Untung yang duduk di sebelahnya memegang bahu Puspa.
Aku lihat ada cinta di mata mereka.
“Kami akan menikah, doakan kami…” Ya, witing
tresno jalaran saka kulina, mereka siap membuka lembaran baru. Tidak banyak
orang seperti Puspa, yang menyadari dan mau menerima masa lalunya. Tidak banyak
orang seperti Untung yang mau menerima pasangannya tanpa melihat masa lalunya.
(Untung mengabariku jika ia dipercaya
bosnya mengelola salah satu hotel, dan ia mengibarkan bendera sebagai hotel
bersih, yang pantas dikunjungi keluarga yang ingin merasakan alam pedesaan di
kaki gunung Ungaran.)
********
* witing tresno jalaran saka kulina
= rasa sayang ada karena seringnya bertemu.
Rabu, 20 November 2019
VCT BATCH 5
Seorang kawan mengabariku untuk ikut Virtual coordinator Training angkatan ke 5. Disana , banyak pelajaran secara online yang dapat meningkatkan kemampuan IT yang kita miliki. Kalau berhasil menyelesaikan tugas, maka kita akan mendapat sertifikat pelatihan 32 jam. Oke, aku daftar. Gratis. Apa yang diajarkan di kegiatan ini? hmmm... kita belajar presentasi secara virtual , atau istilahnya vicon menggunakan webex. Kita harus belajar menjadi host, presenter dan moderator masing - masing dua kali. Sepertinya sederhana ya? ternyata tidak juga.
Sebagai host, kita bertugas membuka acara, memperkenalkan presenter dan moderator, serta menyerahkan kegiatan kepada moderator, mengatur tampilan shooting camera dan microfon peserta ketika acara berlangsung, juga membantu moderator demi kelancaran acara.
Sebagai moderator, kita memberikan kesempatan presenter untuk menyampaikan materi, mengingatkan presenter terkait waktu penyampaian, merekap pertanyaan peserta yang terdapat pada kolom chat dan menyampaikannya pada saat diskusi dimulai. Mengatur diskusi tanya jawab jika ada pertanyaan langsung dari peserta,mengakhiri kegiatan bersama presenter jika waktu sudah selesai dan meminta presenter membuat simpulan atas jalannya presentasi sebelum kegiatan diakhiri, selanjutnya menyerahkan room vicuon kepada host dan host akan menutup sesi vicon.
Sebagai presenter, harus memaparkan materi secara padat dan sistematis.Menjawab pertanyaan selama sesi diskusi dan mengakhiri kegiatan dengan membuat rangkuman. Sebagai persiapan persentasi, presenter wajib menyiapkan power point materi, membuat link presensi, dan membuat flyer materi agar menarik peserta vicon. Seluruh kegiatan harus direkam dan diunggah di youtube.
Khusus batch 5 ini ada tugas tambahan untuk melakukan review rumah belajar yang dituliskan dalam blog pribadi, membuat review dengan menggunakan text to speech (TTS) dan speech to text (STT) dan mengunggahnya di youtube.
Berikut adalah link -link materi yang harus dipelajari agar sukses menyelesaikan seluruh tugas.
https://youtu.be/WHtV_eZIEDs membuat google form
https://youtu.be/_EcOBQFBSjg membuat QR scanner
https://youtu.be/6rD03R0jJkU presensi dengan QR code
https://youtu.be/LA4drk13Yv4 membuat akun youtube
https://youtu.be/XF2_d2QEF7I
teks to speech
https://youtu.be/dL51LIi9JDI teknik membuat narasi flyer
https://youtu.be/kRmw6AoMHXI
speech to text
https://youtu.be/PW5KeOVCHqU
membuat akun webex
https://youtu.be/ckqmktU2F_E
rekam layar PC dengan fastone capture
https://youtu.be/PgKip5ljBXA
menjadi host moderator dan presenter
Selasa, 08 Oktober 2019
Cermin 4
AKU
RINDU NENEK....
Aku merencanakan jeda tengah semester ini dengan kegiatan yang berbeda
dengan yang sudah – sudah. Ya, aku ingin mengajak siswaku melakukan bakti karya
ke Panti Lansia. Cukup setengah hari saja, agar mereka bisa merasakan indahnya
berbagi. Bersama Mrs.Rini yang menjadi partnerku, kami menyampaikan ide ini
kepada Kepala Sekolah, dan Alhamdulillah beliau setuju.
“Apa
yang ingin anak - anak kerjakan disini?”
tanya suster Rosa ketika kami meminta ijin agar para siswa bisa membantu para
pembina merawat mbah – mbah disana.
“Silakan
suster meminta mereka membantu apa saja. Seperti pembina lakukan selama ini
dalam mengurus anggota Panti”
Akhirnya suster Rosa membagi anak - anak
dalam beberapa kelompok. Ada yang membantu bagian dapur, bagian kebersihan
taman, menyuapi, memotong kuku, bahkan ada yang mengosek kamar mandi.
“Kerjakan
semua dengan keikhlasan ya, Nak. Begitulah nanti kalau kita menua, butuh
bantuan orang lain. Paling tidak kegiatan ini akan membuat kalian makin sayang
dengan orang tua, kalian tinggal dalam satu keluarga yang hangat. Bayangkan mbah – mbah ini, sudah tidak ada anggota
keluarga yang merawatnya. Kalau toh ada keluarga, sering mereka tidak mau
merawat” begitu pesan suster Rosa kepada para siswa.
Kelompok pertama mengikuti Suster
Mirna ke kamar A. Disana ada empat mbah.
Kamar A terisi anggota panti yang bisa dikatakan sembilan puluh persen hidupnya
harus dibantu.
“Hari
ini kita harus mengukur tekanan darah mereka lebih dulu”, suster Mirna
mengeluarkan alat tensimeter.
“Saya
bisa melakukannya,Bu” pinta Intan. Ia memang tergabung dalam team Palang Merah
Remaja di sekolah. Ia mengukur tensi mbah
Marni, “Bagus Mbah...sehat terus nggih”, katanya luwes. Kemudian pindah ke Mbah
Ranti, mbah Surip dan terakhir mbah Siti, yang menatapnya tajam.
“Kamu
sudah datang nduk...” bisik si mbah.
Dahi Intan berkerut, ia mundur beberapa langkah, “ Ini Intan mbah, siswa yang
membantu saya pagi ini” Suster Mirna menjelaskan.
“Jadi
anakku belum datang juga?”, mbah Siti selalu memanggil anaknya, yang kami juga
tidak tahu dimana alamatnya sekarang, bisik Suster.
Empat bulan lalu, anak perempuannya
mengantar mbah Siti ke panti ini. Sambil berurai air mata, anak Mbah Siti
bermaksud menitipkan Ibunya. Ia sendiri akan berangkat menjadi TKW.Suaminya
meninggal, dan tidak banyak yang bisa dia kerjakan di desa untuk menghidupi
ketiga anaknya, masih ditambah mengurus ibunya yang sudah sepuh. Perempuan itu juga harus menitipkan ketiga anaknya di panti
asuhan.Intan melihat Mbah Siti dengan rasa iba. Si Mbah tidak saja terpisah
dengan anaknya, tapi juga cucu – cucunya, yang tentu selama ini menjadi bagian
yang menghibur dirinya.
“Apakah
Mbah mau aku pijit?”, Intan menawarkan diri. Mbah Siti menatapnya sejenak,”kamu
bukan Endang. Cucuku itu pinter sekali memijat. Aku hanya mau Endang yang
mijit”. Mbah kembali menatap jalan,” kowe
nang ndi nduk.... kowe nang ndi.....” gumamnya berulang – ulang.
Kelompok kedua bertugas di kamar B. Disini ada enam mbah yang masih mampu mengurus dirinya sendiri, bahkan bisa
berkarya. Mbah Sri asyik merenda membuat taplak meja. Mbah Ninik menjahit
daster dengan jahit tangan. Mbah Merry (dia minta dipanggil oma Merry) bahkan
punya hobby keren. Oma melukis ! gunung yang terlihat dari kamarnya menjadi
objek lukisan.
“Mengapa
oma tinggal disini?” tanya Devi hati – hati. Oma meliriknya sebentar, untuk
kemudian kembali ke lukisannya. Devi merasa tidak enak hati, betapa lancangnya
dia bertanya hal – hal yang mungkin melukai oma, “maafkan pertanyaan saya ya
oma”, lagi – lagi Oma meliriknya,”aku bukan tak mau jawab, tapi aku lagi konsen
dengan ini”, Oma menunjuk kanvasnya. Oma akhirnya bercerita bagaimana ia berada
disini. Ketiga anaknya sudah berkeluarga, dan semuanya tinggal berbeda kota.
Anak – anaknya menangis ketika oma memutuskan tinggal di Panti setelah suaminya
meninggal. Semua anaknya menginginkan ia tinggal bersama mereka. Mereka adalah
anak – anak yang baik yang pasti bisa merawat ibunya. Bahkan memanjakannya.
Tapi oma Merry berpikiran lain. Di kota ini, ia
dapat menularkan kepandaian yang dimilikinya. Oma sudah kondang. Ia
sering diundang kelompok – kelompok PKK untuk mengajar berbagai keterampilan.
Merangkai bunga, membuat kue, membuat dompet dari bungkus plastik makanan
ringan dan banyak lagi. Meski usianya tujuh puluh, sambil tertawa (giginya
belum ada yang tanggal), oma selalu mengaku berusia tujuh belas.
“Kalian
menyanyi ya untuk menghibur kami, tapi jangan keras - keras” kata oma. Bisa
jadi kelompok dua merupakan kelompok dengan tugas paling ringan.
Kelompok ketiga kebagian logistik.
Mereka berkutat di dapur membantu Ibu Tuti. Makan siang yang disiapkan cukup
lengkap. Sayur sop matahari, tahu kukus bumbu kuning serta galantin manis. Ada
melon sebagai buahnya.
“Garamnya
sedikit saja ya ... tehnya juga tidak terlalu manis”. Ibu Tuti tersenyum dalam
hati mengamati kerja anak anak. Betapa kakunya Vina memegang pisau ketika
mengupas melon. Juga Rina yang beberapa kali meluruskan tangan ketika menguleg
bumbu kuning. Begitulah anak – anak sekarang. Tidak banyak pengetahuan dapur
yang mereka miliki, bisa jadi karena ada pembantu di rumah, atau seiring makin
jarang keluarga yang memasak dan lebih suka berlangganan katering.
Kelompok empat yang terdiri siswa
putra memang kebagian tugas terberat. Mereka harus membersihkan bak mandi,
mengosek lantai kamar mandi, termasuk klosetnya. Tiga siswa di kelompok itu
mengatakan tidak pernah membersihkan kamar mandi.. Meski mereka terengah –
engah, tapi tampak mereka mengerjakan dengan gembira.
Waktu berlalu begitu cepat, tak
terasa sudah pukul 12.00 siang saat anak – anak harus berpamitan, karena para
mbah harus istirahat. Sungguh mereka memperoleh pengalaman berharga.
“Jangan
hanya berhenti disini,nak. Apa yang kalian kerjakan disini, praktekkanlah di
rumah. Meski ada asisten rumah tangga, lakukan sendiri apa yang bisa kalian
lakukan. Membersihkan kamar tidur, sesekali belajar memasak di hari libur, mungkin berkebun, atau mengembangkan hobby,
seperti oma Merry, karena semakin kalian banyak learning by doing, kalian akan semakin kaya pengalaman” . Di sudut
ruang, Evan berkali – kali mengusap air matanya. Ia teringat neneknya yang dua
minggu lalu dipanggil Tuhan. Sebelum meninggal, beberapa kali nenek menelponnya
untuk datang.
“Lama
kamu nggak nengok Uti, Van. Mampirlah
kalau pulang sekolah. Mangga di belakang rumah sudah mulai masak, dan itu
untukmu. Apa kamu juga nggak kangen dengan sambal terasi bikinan Uti?”. Evan
biasa bermanja dengan Utinya bahkan minta disuapi segala.Suapan lewat tangan
Uti luar biasa enaknya.Tapi Evan
belum bisa memenuhi permintaan neneknya. Ia beralasan, sepulang sekolah harus
les ke bimbingan belajar. Sampai berita duka itu datang. Nenek tidak sakit.
Beliau tidur siang dan tidak bangun lagi.
“Maafkan
cucumu ini,Uti. Aku merindukanmu.....”. airmata Evan menderas.
******
kowe nang ndi
= kamu dimana
nduk =
panggilan untuk anak perempuan
Uti =
kependekan dari Eyang Putri = nenek.
Jumat, 30 Agustus 2019
Cermin 3
ARSYA YANG CANTIK….
Arsya memang cantik.Ditambah kemahirannya berbahasa Inggris
membuat banyak orang terkagum – kagum.Namun entah mengapa,di hatiku paling
dalam, aku tidak terlalu respek dengannya.Ini jelas respon yang amat buruk. Aku
gurunya, mestinya mencintai semua murid dengan kadar sama.Tapi tidak untuk
Arsya.Diam – diam aku tidak menyukainya. Ia terlambat masuk kelas kemarin.Ketika
kutanya, ia menjawab santai. Habis dari kantin.Makan belum selesai.Sayang kalau
ditinggal.Tanpa rasa bersalah.Dan ternyata ia melakukan hal yang sama pada
beberapa pelajaran yang lain.Pelajaran yang tidak disukainya atau pada guru
yang tidak disukainya?.
Ia memang aset sekolah. Beberapa kali membawa nama harum
dari berbagai kejuaraan bahasa yang diikutinya.Di upacara hari Senin, namanya
tersanjung. Namun menurutku, secara psikologis, ia tidak siap dengan sanjungan
itu. Ia selalu berjalan tegak dengan dada membusung.
Tergopoh – gopoh dia masuk kelas.Langsung menuju tempat
duduknya.Seperti biasa, ia terlambat lima belas menit.
“Darimana?”,tanyaku
berusaha dengan nada rendah, meski darahku sudah sampai ke ubun – ubun.
Pertanyaan yang tidak perlu sebenarnya, karena ia akan memberikan jawaban yang
sama.
“Bagaimana kalau kali ini kamu belajar di
perpustakaan?Ibu beri beberapa soal yang harus dikerjakan”
“Tapi
saya bisa ketinggalan pelajaran,Bu” bantahnya.
“Keterlambatanmu
telah mengganggu teman yang lain.Dan wajar kalau Ibu harus memberimu hadiah
atas keterlambatanmu kali ini”,kusodorkan beberapa soal,”kumpulkan istirahat
nanti”. Arsya menerima bukuku dengan bersungut. Aku tidak ingin membedakan satu
dengan yang lain. *
“Bu Alfa, ada tamu….”,Mbak Delta menyampaikan pesan.Mestinya
dia tak perlu melakukan hal itu.Toh aku lagi mengajar.Sang tamu tentu harus
menunggu sampai aku menyelesaikan tugasku.Setengah jam kemudian aku baru bisa
menemuinya. Seorang perempuan cantik menungguku.
“Saya
ibunya Arsya” ia memperkenalkan diri.
“Ada
yang bisa saya bantu,Bu?”
“Kemarin
dia pulang dengan menangis.Malu katanya dikeluarkan dari kelas pada saat jam
Ibu”
“Saya
memintanya belajar di perpustakaan.Dia sampaikan juga mengapa saya menyuruhnya
demikian?”.
“Karena
dia terlambat lima menit. Mengapa Ibu tidak memberinya toleransi?Kalau kantin
penuh, wajar anak antre membayar kan?” perempuan di depanku menatapku lekat.
“Bukan
lima menit Ibu.Tapi lima belas menit”, aku mengkoreksi ucapannya.Kubuka daftar
presensiku.Kusampaikan keterlambatan yang telah dilakukannya. Aku meminta Mbak
Delta memanggil Bu Ana,guru pembimbingnya.
“Bu Ana
mungkin bisa menjelaskan lebih banyak”.Bu Ana memiliki rekaman seluruh siswa
bimbingannya.Termasuk masalah –masalah yang dimiliki.Arsya hampir selalu
terlambat masuk kelas setelah waktu istirahat habis.Dengan alasan yang sama.
“Kami
baru akan memanggil Ibu, tapi terima kasih Ibu sudah rawuh duluan”,sambut Bu Ana ramah.
”saya
sudah melakukan bimbingan padanya tiga kali.Ia juga sudah berjanji secara
tertulis untuk tidak terlambat masuk kelas.Namun ternyata janji tinggal janji.Jika
pada pelajaran tertentu, bisa jadi ia bermasalah dengan pelajaran itu atau
dengan gurunya.Tapi ini hampir pada semua mata pelajaran.Saya mengamati di
kelas, ia juga tidak begitu banyak bergaul dengan temannya. Mungkin lebih baik
dia dipanggil saja untuk kita dengar penjelasannya”
Arsya datang (seperti biasa dengan bersungut.Tapi tetap
saja terlihat cantik).Dia sama sekali tidak mau menjawab pertanyaan yang
diajukan Bu Ana.Kulihat Ibunya mulai jengkel.
“Dari
awal aku sudah bilang kan ke Mama, aku tidak suka sekolah di sini.Aku ingin ke
kota.Aku pasti bisa berprestasi lebih baik.Disini banyak anak desanya, sama
sekali tidak ada tantangan” oi...oi,sombong sekali dia.Justru ketika ia
bersekolah di Kabupaten, menjadi juara Kabupaten, dia berkesempatan maju ke
tingkat Propinsi.Di kota belum tentu peluang itu ada.Persaingan tingkat kota
demikian ketatnya.Ia yang pandai di kabupaten, bisa jadi bukan siapa – siapa di
kota.Perempuan cantik di depanku tampak menahan marah.Kami tinggalkan mereka
agar lebih leluasa berdialog.Ada satu pelajaran yang dapat kupetik. Apa yang
kita tanam, maka itulah yang akan kita panen. Kita menanam jambu, maka kita akan
memanen jambu, tidak mungkin memanen mangga. Jika kita menanam kebencian, maka
kita akan memanen kebencian, juga sebalikya jika kita ramah, maka orang lain akan
ramah dengan kita. Itulah hukum timbal balik.
Orang tidak dapat membaca pikiranku,tetapi
mereka dapat melihat tindakanku.
Tindakan kita menegaskan diri kita
sebagai pribadi.
Jika aku ingin orang memperlakukan diriku
dengan baik,
Aku perlu bersikap menyenangkan mereka.*)
*) dinukil dari 40 pikiran beracun yang
merusak hidup anda (Arnold
A.Lazarus,P.Hd
dkk)
Selasa, 27 Agustus 2019
REVIEW RUMAH BELAJAR
https://youtu.be/uieBsOBpPbQ
MENGULAS RUMAH BELAJAR
Semangat pagi sahabat
VCT, kesempatan kali ini saya akan mereview Rumah Belajar Kemdikbud.
Pertama akan saya
ulas adalah konten Sumber Belajar Matematika.
Ada modul yang di sana masih menggunakan istilah SK KD sementara untuk kurikulum
K13 istilahnya sudah KI- KD. Ada juga modul yang penulisannya langsung ke indicator.
Disamping itu juga latihan matematikanya tidak bisa dibuka, sementara di mata
pelajaran lain latihannya bisa dibuka. Saya menyarankan agar penulisan modul
itu ada kaidah yang diseragamkan sehingga tampilannya lebih enak untuk dilihat.
Ulasan saya yang
kedua di Rumah Belajar Kemdikbud ini tentang Bank Soal. Saya membuka pada Evaluasi Mandiri Matematika
kelas 12 disana tercampur dengan soal Kimia. Pada Evaluasi Umum tercampur mata pelajaran
lain yaitu soal Fisika. Di situ juga tidak dipisahkan antara konten Matematika
wajib dan Matematika peminatan. Meskipun di sana ditulis isi menjadi tanggung
jawab si penulis tapi ketidaktelitian semacam ini menjadi tidak nyaman untuk
diikuti, dan secara tidak langsung
merugikan Rumah Belajar karena kesan pertama sudah tidak menggoda. Saran saya perlu
adanya kolaborasi dengan guru lain untuk meneliti kesesuaian materinya,
demikian juga dari pihak Rumah Belajar menyiapkan tim sebagai editor supaya
materi yang diunggah sudah betul-betul sempurna.
Demikian ulasan
saya untuk Rumah Belajar Kemdikbud. Semoga ulasan yang sedikit ini bisa membuat
Rumah Belajar menjadi lebih baik kedepannya, karena Rumah Belajar sangat
membantu siswa khususnya yang secara ekonomi mungkin tidak dapat mengikuti bimbingan
belajar berbayar maka Rumah Belajar ini akan menjadi alternatif.
Salam,
Ani Taruastuti
SMA Negeri I Ungaran
Minggu, 25 Agustus 2019
Cermin 2
MAAFKAN IBU, NAK !
Aku tergugu tak mampu berkata. Algebra
murid terkasihku semakin tertunduk dengan buliran air mata yang menderas. Ingin
aku bertanya lebih jauh, tapi tak kuasa.
“Sudahkah orang tuamu tahu?”, tanyaku
akhirnya. Algebra menggeleng,
“ Mama pasti sangat kecewa. Ujian
tinggal sebentar lagi”.
“
Tanpa kau beritahu, Beliau tetap akan tahu. Apakah kamu ingin Ibu yang bicara ?”.
Algebra menatapku. Aku mengelus rambut hitam panjangnya.
Gebra
tergolong pendiam. Dia juga sepertinya tidak punya teman akrab di kelas. Saat
istirahat, yang lain lari ke kantin, ia memilih membuka bekal yang dibawa dari
rumah. Ia juga bukan orang yang mudah menunjukkan ekspresinya. Ketika pelajaran
olah raga dan mereka tertawa terbahak – bahak karena Rudi terjengkang –
jengkang karena menyelamatkan bola saat bermain volley, Gebra hanya tersenyum
secukupnya. Maka apa yang terjadi padanya, sungguh sulit kumengerti. Kevin
adalah temannya dari kecil. Mereka tinggal sekompleks, dan baru berpisah
sekolah saat SMA ini. Kevin pintar, sehingga ia memilih melanjutkan ke
kota. Mama Gebra mengenalnya dengan baik
dan tidak jarang meminta Kevin menemani anaknya jika ia harus pulang terlambat.
Menurut Gebra, Kevin mengajarinya bagaimana menghafal pelajaran sejarah secara
cepat. Ya, Kevin membuat gambar – gambar yang saling terkait. Materi teks
dipindahkannya secara visual. Kevin juga mempunyai mnemonic lucu – lucu untuk mengingat rumus rumus kimia. Diam – diam
Gebra mengagumi temannya ini. *
Di depanku telah duduk perempuan dengan
usia jauh di atasku. Tapi tetap cantik. Meski begitu, gurat kelelahan tidak mampu
disembunyikan. Mama Algebra sudah dua tahun ini menjadi single parent. Suaminya
meninggal karena sakit. Kesukaannya menjahit yang kemudian menghidupi mereka. Jahitannya
sungguh halus, dan tidak disangka banyak ibu pejabat yang menyukainya. Kini
Mama Algebra punya butik dengan beberapa karyawan.
“Ada
beberapa pilihan yang bisa diambil, Bu. Algebra bisa ambil cuti sakit dan tahun
depan mengulang kembali. Namun tentu faktor psikologis yang ia dapat sangat
besar. Pilihan kedua, Ibu memintakan ia pindah. Algebra dapat mengikuti ujian
Paket C di tahun yang sama”.
Mama
Algebra terus menangis. Tapi ia menolak sapu tangan yang kusodorkan. Sore itu,
kami berpisah. Dengan kegalauan yang sama.
*
Ujian telah berlangsung.Algebra
memutuskan keluar.Waktu itu mamanya datang,tapi tidak mampu bercerita banyak.
“Yang jelas, saya tidak mengijinkan mereka menikah dini”. Aku ingin
bertanya, bagaimana dengan anak yang dikandung Algebra. Tapi aku merasa, pertanyaan itu terlalu jauh.
Algebra juga tidak pernah menghubungiku. Murid terkasihku, begitu besar
kesedihan yang harus kau tanggung. Dan siang tadi, kejutan datang. Algebra
menelponku. Setelah lima bulan tanpa berita.
“
Ibu, maukah menungguku melahirkan?” ada suara cemas disana.
“
Engkau dimana?”
“ Di
tempat Nenek”
Perjalanan ini menempuh waktu empat
jam. Seharusnya cukup dua sampai dua setengah jam. Rob Semarang utara sungguh
parah. Travel yang kutumpangi terpaksa memutar melalui daerah Bangetayu, jalannya
sempit,dan para pengendara sepeda motor yang tidak tertib, membuat sopir travel beberapa
kali menggerundel. Memasuki kota Demak,pemandangan jajaran pohon trembesi yang
indah sedikit mengurangi kantukku. Bocah di sebelahkupun tampak gembira menikmati
perjalanan ini. Beberapa kali ia bertanya pada bundanya tentang pohon – pohon
di pinggir jalan. Perasaanku teraduk –
aduk. Kelucuan bocah ini membuatku ingin segera bertemu Gebra. Aku belum
menikah. Tapi aku sungguh panik dengan kehamilan Algebra ini. Aku seperti
seorang nenek yang akan mendapat cucu pertama. Aku langsung menuju rumah sakit.
Dokter memperkirakan ia melahirkan malam ini. Benar saja, di ruang tunggu sudah
ada beberapa orang. Selain Mama Algebra, ada seorang tua yang kuperkirakan neneknya.
Juga sepasang suami istri.
“Kenalkan,ini kakak suami saya.Kebetulan
tinggal di dekat sini“.Kami saling bersalaman.Tangan mereka dingin.Sama dengan
tanganku.Kami punya kecemasan yang sama.Ruang dokter terbuka.
“Apakah gurunya sudah datang?”. Aku tergopoh
menghampiri.
“Algebra ingin berbincang dengan anda,
sambil menunggu proses kelahiran yang mungkin sekitar satu dua jam lagi”, Aku
menatap Mama Algebra untuk memohon ijin.
Di bed putih,murid
terkasihku tampak sudah menunggu.
“ Ibu…pasti capek sekali perjalanannya
ya” Ia sedikit meringis kesakitan.
“Kata dokter bayiku laki – laki….” Ia
mengusap perutnya yang besar dengan bahagia. Aku tak bisa
berkata. “tapi ia segera menjadi milik Budhe...”. Algebra terbata. Aku menggenggam
tangannya.
“Aku
mulai mencintainya, Bu”, ia mengusap perutnya lagi, ”Tapi aku tidak lupa dengan
cita – citaku”. Algebra sungguh ingin jadi dokter. Ia belajar keras, namun
kejadian tak diinginkan telah terjadi.
“Sungguh bodoh ketika Kalvin sering
memujiku,aku seperti terlempar ke langit biru yang indah.Dan semuanya
membuyarkan impianku. Seperti saran Ibu, aku akhirnya jujur sama Mama.Kami
bicara banyak. Mama tidak ingin aku menikah.Akupun tidak pernah berpikir untuk
menikah.Kami adalah anak anak bau kencur yang salah arah.Dia pasti juga memiliki
beban yang tak kalah beratnya.Kevin juga punya impian akan masa depannya”.Gebra menyibakkan rambutnya, matanya
berkaca - kaca menerawang jauh.
“Budhe yang akan merawat bayiku,Bu. Beliau
pernah punya anak.Tapi meninggal ketika baru berumur beberapa minggu.Aku
bahagia karena punya keluarga besar yang menyayangiku, meski aku telah
menyusahkan mereka. Aku juga berterima kasih pada Ibu karena telah
membuatku senang matematika. Kata Dokter Alfa, kalau ingin jadi dokter harus
bagus nilai matematikanya” Algebra kembali meringis.
“
Mungkin sudah waktunya Bu. Bisa minta tolong dipanggilkan Suster?”.
*
Tak
lama terdengar tangis bayi yang gagah. Algebra mencium lama kening anaknya.
“Maafkan
Ibu, Nak. Bukan karena tak mau merawatmu. Tapi ini demi kebaikan kita bersama.
Doakan Mamamu ini bisa jadi dokter. Kelak kita pasti akan bersama.....”
Aku menutup catatanku, berharap
Gebra dapat meraih cita – citanya. Berharap ia tidak melupakan anaknya. Berharap murid – murid perempuanku lebih
berhati – hati dalam bergaul, karena jika terjadi seperti Gebra, maka
perempuanlah yang sangat rugi. Tertunda impian, atau bahkan harus membuang
impian masa depan. Anak – anak yang sudah kita didik dengan baik, tetap harus
selalu dalam pendampingan, karena kehidupan
adalah belantara.
******
Mnemonic = alat bantu mengingat, bisa berupa singkatan- singkatan yang mudah
dihafal. Sebagai contoh, mnemonic pada matematika yang sangat dikenali siswa
adalah cosami, sindemi dan tandesa untuk menunjukkan perbandingan
sisi – sisi pada segitiga siku – siku.
Langganan:
Postingan (Atom)
-
PENYELESAIAN SOAL HOTSMATH DENGAN PBL Tantangan abad 21 menjadi berat karena perkembangan dunia yang sangat cepat dan dinamis. Unt...