Rabu, 27 November 2019

Rekrutmen CPNS 2019

REKRUTMEN CPNS
Tahun 2019 ini Pemerintah kembali menggelar rekrutmen CPNS, dan seperti tahun sebelumnya, peserta akan menempuh Seleksi kompetensi Dasar SKD  dan seleksi kompetensi bidang SKB.

Seleksi Kompetensi Dasar (SKD) dimaksudkan untuk menggali pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku peserta ujian yang meliputi wawasan nasional, regional, dan internasional maupun kemampuan verbal, kemampuan kuantitatif, kemampuan penalaran, kemampuan beradaptasi, pengendalian diri, semangat berprestasi, integritas, dan inisiatif. Kompetensi bidang meliputi tiga hal, seperti yang dikutip penulis dari

a.  Tes Intelegensi Umum (TIU)
Jumlah soal 35 dengan passing grade 80
TIU untuk menilai tiga kemampuan yaitu kemampuan verbal, kemampuan numerik, dan kemampuan figural. Kemampuan verbal meliputi analogi, silogisme, dan analitis. Sementara, kemampuan numerik adalah berhubungan dengan berhitung, deret angka, perbandingan kuantitatif, dan soal cerita. Kemampuan figural mengukur kemampuan individu dalam bernalar melalui perbandingan dua gambar, perbedaan beberapa gambar, dan juga pola hubungan dalam bentuk gambar.

b.  Tes Karakteristik Pribadi (TKP)
Jumlah soal 35 dengan passing grade 126
TKP merupakan tes untuk menilai perilaku terkait pelayanan publik, jejaring kerja, sosial budaya, teknologi informasi dan komunikasi serta profesionalisme.

c.   Tes Wawasan Kebangsaan (TWK),  
Jumlah soal 30 dengan passing grade 65
TWK bertujuan menilai penguasaan pengetahuan dan kemampuan mengimplementasikan nasionalisme, integritas, bela negara, pilar negara, dan Bahasa Indonesia.
Bersama ini ada  buku soal – soal latihan, semoga cukup membantu teman – teman belajar. Afdolnya, teman – teman membeli buku tersebut di toko buku agar lebih mudah mempelajarinya. 



Membuat persamaan garis lurus dengan mudah

Senin, 25 November 2019

HARI GURU TAHUN 2019

PIDATO MENDIKBUD HARI GURU NASIONAL TAHUN 2019

Bapak dan Ibu Guru yang saya hormati,

Biasanya tradisi Hari Guru dipenuhi oleh kata-kata inspiratif dan retorik. Mohon maaf, tetapi hari ini pidato saya agak sedikit berbeda. Saya ingin berbicara apa adanya, dengan hati yang tulus, kepada semua guru di Indonesia, dari Sabang sampai Merauke.

Guru Indonesia yang Tercinta, tugas Anda adalah yang termulia sekaligus yang tersulit.

Anda ditugasi untuk membentuk masa depan bangsa, tetapi lebih sering diberi aturan dibandingan dengan pertolongan.

Anda ingin membantu murid yang mengalami ketertinggalan di kelas, tetapi waktu Anda habis untuk mengerjakan tugas adminstratif tanpa manfaat yang jelas.

Anda tahu betul bahwa potensi anak tidak dapat diukur dari hasil ujian, tetapi terpaksa mengejar angka karena didesak berbagai pemangku kepentingan.

Anda ingin mengajak murid keluar kelas untuk belajar dari dunia sekitarnya, tetapi kurikulum yang begitu padat menutup pintu petualangan.

Anda frustasi karena Anda tahu bahwa di dunia nyata kemampuan berkarya dan berkolaborasi akan menentukan kesuksesan anak, bukan kemampuan menghapal.

Anda tahu bahwa setiap anak memiliki kebutuhan berbeda, tetapi keseragaman telah mengalahkan keberagaman sebagai prinsip dasar birokrasi.

Anda ingin setiap murid terinspirasi, tetapi Anda tidak diberi kepercayaan untuk berinovasi.

Saya tidak akan membuat janji-janji kosong kepada Anda. Perubahan adalah hal yang sulit dan penuh dengan ketidaknyamanan. Satu hal yang pasti, saya akan berjuang untuk kemerdekaan belajar di Indonesia.

Namun, perubahan tidak dapat dimulai dari atas. Semuanya berawal dan berakhir dari guru. Jangan menunggu aba-aba, jangan menunggu perintah. Ambilah langkah pertama.

Besok, dimanapun Anda berada, lakukan perubahan kecil di kelas Anda.

- Ajaklah kelas berdiskusi, bukan hanya mendengar.

- Berikan kesempatan murid untuk mengajar di kelas.

- Cetuskan proyek bakti sosial yang melibatkan seluruh kelas.

- Temukan suatu bakat dalam diri murid yang kurang percaya diri.

- Tawarkan bantuan kepada guru yang sedang mengalami kesulitan.

Apa pun perubahan kecil itu, jika setiap guru melakukannya secara serentak, kapal besar bernama Indonesia ini pasti akan bergerak.

Selamat Hari Guru
#merdekabergerak #gurupenggerak

Nadiem Anwar Makarim
.
Sumber:https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2019/11/pidato-mendikbud-pada-upacara-bendera-peringatan-hari-guru-nasional-tahun-2019

Minggu, 24 November 2019

Cermin 5


PUSPA YANG HILANG….

Tampaknya ini lagi musim kuku bercutex. Warna – warni. Menyala. Banyak muridku yang melakukannya. Satu dilarang, muncul sepuluh yang lain.Sudahlah, mungkin ini kreatifitas, lagi masanya mereka mengekspresi kan diri. Namun warna – warna cutex mengingatkanku pada Puspa. Lima tahun lalu…
Puspa gadis yang demikian lembut.Sungguh aku terkejut ketika menjumpai kukunya bercutex hitam. Ia melengkapi asesorinya dengan gelang – gelang hitam pula. Kuhitung ada sembilan. (ketika kutanya mengapa tidak sepuluh sekalian, Ia menjawab sembilan adalah angka keberuntungan. Ahai…. Jawaban yang menurutku rada – rada aneh. Seperti tukang ramal saja.) Kurasa gelang – gelang itu mengganggunya. Setiap akan menulis, ia musti merapikan gelangnya.“Kamu malah seperti rocker….”,sentilku. Puspa tertawa. Tidak keras. Penampilannya sama sekali bertolak belakang dengan kelembutannya. Sama sekali tidak cocok. Dan kala itu hanya Puspa yang bercutex. Hitam pula. Tetapi beberapa hari kemudian ia menghapusnya. Bukan atas kemauannya, tapi karena banyak guru menegurnya.*
            Hari ini ia tidak masuk sekolah tanpa ijin. Juga kemarin. Mungkin ia malu karena selalu kena tegur karena tampilannya itu. Informasi yang kuterima berbeda dengan pandanganku padanya.
“sejak SMP sudah sering bolos kok bu”, Tia memberi info.
“Teman – temannya nggak beres lho bu”, tambah Maya.
“Nggak beres bagaimana?”
“Ya gitulah.... nggak anak sekolahan. Mungkin dia nggak sekolah lagi,bu”. “Maksudnya?” Tia dan Maya saling pandang. Ketika istirahat mereka memberi informasi yang membuatku hampir  pingsan. *
Bapaknya yang datang ketika sekolah memanggil orang tuanya. Beliau ternyata masih seumurku. Anaknya sudah SMA, sementara sulungku masih belajar di Sekolah Dasar.
“Sebenarnya aku tidak mengenal dengan baik anakku itu “, sang Bapak menerawang.,” Akhir akhir ini memang ia sering ke rumah. Minta uang untuk beli buku. Kuusahakan untuk selalu memenuhi permintaannya sebagai penebus dosaku.” Kepalaku mendadak pusing dengan prolog yang  membingungkan ini.
“Puspa adalah anak yang tidak kami inginkan. Lina hamil ketika kami masih kuliah semester dua. Orang tuanya tidak saja menolak keinginanku untuk bertanggung jawab, tetapi mereka bahkan mengusirku dan tidak mengijinkan kami bertemu. Hubungan kami terputus sama sekali. Sampai kemudian Puspa menemuiku. Ia minta beaya untuk masuk SMA. Ternyata selama ini dia tinggal dengan eyangnya. Ia bahkan hanya sekejap merasakan belaian mamanya karena tak lama setelah Puspa lahir, Lina segera menikah dan pindah kota”.
“Benarkah berita tentang Puspa yang selama ini beredar?” tanyaku serak.Laki – laki di depanku tampak menghela napas panjang,“Bisa jadi benar Bu...”. Aku merasakan seputarku berkeliling.*

Siswa bantara pramuka mengadakan bakti sosial di desa kaki gunung dengan kegiatan penanaman pohon buah -  buahan di halaman rumah warga.Aku dan beberapa guru ditugasi untuk mendampingi mereka. Daerah yang dingin menggigit, namun menjamur hotel – hotel melati,“Ayolah jalan – jalan, jangan di rumah saja.Sembari kita lihat suasana malamnya”, kata Pak Tino dengan tawa khasnya. Akhirnya kami semua melawan dingin dengan memutari kawasan remang – remang. Inilah untuk pertama kalinya aku melihat aquarium. Aku menangis melihat gadis – gadis muda di aquarium itu. Ah sebutan yang menyakitkan. Wahai kalian penghuni aquarium akankah itu kehendakmu?
Aku teringat Untung yang ingin jadi satpam hotel. Ia memang berasal dari daerah sekitar sini. Pantas dia punya cita – cita seperti itu. Kemeriahan dan kegemerlapan selalu memesona anak muda. Sebuah hotel tampak ramai pengunjung. Aku berhenti agak lama. Kubiarkan teman – teman jalan duluan. Toh hanya seputaran. Aku tidak bakal tersesat.
“Ibu….?” Seseorang berlari mendekat dan mencium tanganku. Oiii… ternyata Untung. Sama sekali tidak kuduga bertemu dengannya sejak ia lulus dari sekolah kami. Ia tampak gagah dengan seragam satpamnya.
“Ibu kok disini?... wah ntar dikira siapa lho bu, ada orang tua cari anaknya“, godanyacengengesan. Kutarik rambutnya yang panjang, ”plisss… jangan di push up  bu”. Ealah ternyata ia masih ingat hukuman yang kuberikan karena janjinya memendekkan rambut tidak juga terlaksana. 
“Ramai sekali hotelmu”
“Pelayanan kami prima, bu”, lagaknya sok promosi.
“Gadis – gadis itu termasuk pelayanan prima?” tanyaku. Ia terbahak. Sungguh jelek sekali tawanya. ”Pantas kamu ingin bekerja disini”. Untung mengajakku minum kopi di resto itu. Antara keinginan menolak karena malu dan rasa penasaran menjadi satu. Aku agak bergidik melihat suasananya. Juga pengapnya asap rokok. Untung mestinya libur malam ini.
“Biasalah Bu, cari tips bawa tamu ….”.Ia bercerita banyak tentang alasan gadis – gadis itu berada disini.Ternyata tidak semua karena faktor ekonomi. Ada yang ingin bisa tampil mewah. Ada yang sakit hati ditinggal pacar atau dikhianati suami. Dadaku sesak. Seberapa berat sebenarnya beban mereka sampai memutuskan tinggal disini. Aku meyakini banyak pekerjaan lain yang bisa mereka lakukan. Sekelebatan kulihat pasangan meninggalkan ruangan. Sepertinya aku mengenal gadis itu…Puspa- kah?
“Benar Bu, ia stok baru laris manis. Ibu mengenalnya? “. Mataku terasa pedih oleh buliran air mata.
“Ia sempat jadi murid ibu sebentar. Kemudian menghilang. Bahkan ayahnyapun tidak tahu ia kemana”.
“Ia tinggal bersamaku,Bu”
“Lhooo…..dia istrimu?” tanyaku kaget. Untung menggeleng,”Mana mau ia denganku yang hitam jelek begini”. 
Puspa datang ke hotel itu untuk mencari kerja. Untung yang menemuinya.Namun bertolak belakang dengan wataknya yang suka menggoda, Untung justru merasa kasihan setelah gadis itu bercerita banyak. Puspa tidak ingin anaknya kehilangan kasih sayang seperti dirinya. Ia bilang tidak punya siapa – siapa kecuali anaknya. Puspa memilih meninggalkan suaminya ketika tahu suaminya telah memiliki istri. Ia harus bekerja untuk kehidupan mereka berdua. Untung lantas mengajaknya ke rumah. Ibunya bahkan langsung menyayangi anak Puspa, dan bersedia menjaganya selama Puspa bekerja.
“Sungguh mulia kalian”
“Tidak juga,bu. Kami hanya memberi tumpangan dari panas dan hujan. Ia berbeda….”
“Jangan – jangan … diam – diam kamu jatuh cinta padanya”, Untung tertawa lepas,” meski bekerja di tempat begini, aku ingin istri baik – baik. Ibu percaya kalau aku masih perjaka?” Untung mengerling jenaka.
“Mbuh..”, jawabku kesal. *
            Aku tidak menduga Puspa mengundangku pada acara  ulang tahun anaknya.Pasti Untung bercerita tentang pertemuan kami. Puspa tidak malu menceritakan perjalanan hidupnya. Meski selama ini ia bergaul dengan anak – anak yang tidak sekolahan, hura – hura kesana kemari,  tapi ia mampu menjaga kesuciannya.(di titik ini, aku agak sulit mempercayai ceritanya). Sampai ia ketemu Pak Bing, yang seusia ayahnya, yang menasehatinya untuk lepas dari teman – temannya. Pak Bing yang kemudian menikahinya secara siri. Pak Bing yang kemudian ia tinggalkan karena telah beristri. Ia memang bahagia bersama Pak Bing, tapi ketika  suatu sore bertemu istri Pak Bing, Ia sungguh merasa bersalah dengan perempuan sebaik itu. Perempuan seumur ibunya. Ibu yang selama ini  kehadirannya ia rindukan.
“Di hotel, aku hanya menemani pelanggan ngobrol, sesekali ikut minum, tapi aku dalam kendali untuk tidak mabuk”. Ini titik kedua dimana aku lagi – lagi sulit untuk mempercayainya.Untung yang duduk di sebelahnya memegang bahu Puspa. Aku lihat ada cinta di mata mereka.
“Kami akan menikah, doakan kami…” Ya, witing tresno jalaran saka kulina, mereka siap membuka lembaran baru. Tidak banyak orang seperti Puspa, yang menyadari dan mau menerima masa lalunya. Tidak banyak orang seperti Untung yang mau menerima pasangannya tanpa melihat masa lalunya.

(Untung mengabariku jika ia dipercaya bosnya mengelola salah satu hotel, dan ia mengibarkan bendera sebagai hotel bersih, yang pantas dikunjungi keluarga yang ingin merasakan alam pedesaan di kaki gunung Ungaran.)
********
* witing tresno jalaran saka kulina = rasa sayang ada karena seringnya bertemu.

Rabu, 20 November 2019

VCT BATCH 5

Seorang kawan mengabariku untuk ikut Virtual coordinator Training angkatan ke 5. Disana , banyak pelajaran secara online yang dapat meningkatkan kemampuan IT yang kita miliki. Kalau berhasil menyelesaikan tugas, maka kita akan mendapat sertifikat pelatihan 32 jam.  Oke, aku daftar. Gratis. Apa yang diajarkan di kegiatan ini? hmmm... kita belajar presentasi secara virtual , atau istilahnya vicon menggunakan webex. Kita harus belajar menjadi host, presenter dan moderator masing - masing dua kali. Sepertinya sederhana ya? ternyata tidak juga.

Sebagai host, kita bertugas membuka acara, memperkenalkan presenter dan moderator, serta menyerahkan kegiatan kepada moderator, mengatur tampilan shooting camera dan microfon peserta ketika acara berlangsung, juga membantu moderator demi kelancaran acara.

Sebagai moderator, kita memberikan kesempatan presenter untuk menyampaikan materi, mengingatkan presenter terkait waktu penyampaian, merekap pertanyaan peserta yang terdapat pada kolom chat dan menyampaikannya pada saat diskusi dimulai. Mengatur diskusi tanya jawab jika ada pertanyaan langsung dari peserta,mengakhiri kegiatan bersama presenter jika waktu sudah selesai dan  meminta presenter membuat simpulan atas jalannya presentasi sebelum kegiatan diakhiri, selanjutnya menyerahkan room vicuon kepada host dan host akan menutup sesi vicon. 

Sebagai presenter, harus memaparkan materi secara padat dan sistematis.Menjawab pertanyaan selama sesi diskusi dan mengakhiri kegiatan dengan membuat rangkuman.  Sebagai persiapan persentasi,  presenter wajib menyiapkan power point materi, membuat link presensi, dan membuat flyer materi agar menarik peserta vicon. Seluruh kegiatan harus direkam dan diunggah di youtube. 

Khusus batch 5 ini ada tugas tambahan untuk melakukan review rumah belajar yang dituliskan dalam blog pribadi, membuat review dengan menggunakan text to speech (TTS)  dan speech to text (STT) dan mengunggahnya di youtube.

Berikut adalah link -link materi yang harus dipelajari agar sukses menyelesaikan seluruh tugas.

https://youtu.be/WHtV_eZIEDs  membuat google form
https://youtu.be/_EcOBQFBSjg  membuat QR scanner
https://youtu.be/6rD03R0jJkU  presensi dengan QR code
https://youtu.be/LA4drk13Yv4  membuat akun youtube
https://youtu.be/dL51LIi9JDI  teknik membuat narasi flyer
https://youtu.be/PW5KeOVCHqU membuat akun webex
https://youtu.be/ckqmktU2F_E rekam layar PC dengan fastone capture

https://youtu.be/PgKip5ljBXA menjadi host moderator dan presenter



Selasa, 08 Oktober 2019

Cermin 4


AKU RINDU NENEK....

Aku merencanakan jeda tengah semester ini dengan kegiatan yang berbeda dengan yang sudah – sudah. Ya, aku ingin mengajak siswaku melakukan bakti karya ke Panti Lansia. Cukup setengah hari saja, agar mereka bisa merasakan indahnya berbagi. Bersama Mrs.Rini yang menjadi partnerku, kami menyampaikan ide ini kepada Kepala Sekolah, dan Alhamdulillah beliau setuju.
“Apa yang ingin anak - anak  kerjakan disini?” tanya suster Rosa ketika kami meminta ijin agar para siswa bisa membantu para pembina merawat mbah – mbah disana.
“Silakan suster meminta mereka membantu apa saja. Seperti pembina lakukan selama ini dalam mengurus anggota Panti”
            Akhirnya suster Rosa membagi anak - anak dalam beberapa kelompok. Ada yang membantu bagian dapur, bagian kebersihan taman, menyuapi, memotong kuku, bahkan ada yang mengosek kamar mandi.
“Kerjakan semua dengan keikhlasan ya, Nak. Begitulah nanti kalau kita menua, butuh bantuan orang lain. Paling tidak kegiatan ini akan membuat kalian makin sayang dengan orang tua, kalian tinggal dalam satu keluarga yang hangat. Bayangkan mbah – mbah ini, sudah tidak ada anggota keluarga yang merawatnya. Kalau toh ada keluarga, sering mereka tidak mau merawat” begitu pesan suster Rosa kepada para siswa.
            Kelompok pertama mengikuti Suster Mirna ke kamar A. Disana ada empat mbah. Kamar A terisi anggota panti yang bisa dikatakan sembilan puluh persen hidupnya harus dibantu.
“Hari ini kita harus mengukur tekanan darah mereka lebih dulu”, suster Mirna mengeluarkan alat tensimeter.
“Saya bisa melakukannya,Bu” pinta Intan. Ia memang tergabung dalam team Palang Merah Remaja di sekolah. Ia mengukur tensi mbah Marni, “Bagus Mbah...sehat terus nggih”, katanya luwes. Kemudian pindah ke Mbah Ranti, mbah Surip dan terakhir mbah Siti, yang menatapnya tajam.
“Kamu sudah datang nduk...” bisik si mbah. Dahi Intan berkerut, ia mundur beberapa langkah, “ Ini Intan mbah, siswa yang membantu saya pagi ini” Suster Mirna menjelaskan.
“Jadi anakku belum datang juga?”, mbah Siti selalu memanggil anaknya, yang kami juga tidak tahu dimana alamatnya sekarang, bisik Suster.
            Empat bulan lalu, anak perempuannya mengantar mbah Siti ke panti ini. Sambil berurai air mata, anak Mbah Siti bermaksud menitipkan Ibunya. Ia sendiri akan berangkat menjadi TKW.Suaminya meninggal, dan tidak banyak yang bisa dia kerjakan di desa untuk menghidupi ketiga anaknya, masih ditambah mengurus ibunya yang sudah sepuh. Perempuan itu juga harus menitipkan ketiga anaknya di panti asuhan.Intan melihat Mbah Siti dengan rasa iba. Si Mbah tidak saja terpisah dengan anaknya, tapi juga cucu – cucunya, yang tentu selama ini menjadi bagian yang menghibur dirinya.
“Apakah Mbah mau aku pijit?”, Intan menawarkan diri. Mbah Siti menatapnya sejenak,”kamu bukan Endang. Cucuku itu pinter sekali memijat. Aku hanya mau Endang yang mijit”. Mbah kembali menatap jalan,” kowe nang ndi nduk.... kowe nang ndi.....” gumamnya berulang – ulang.    
Kelompok kedua bertugas di kamar B. Disini ada enam mbah yang masih mampu mengurus dirinya sendiri, bahkan bisa berkarya. Mbah Sri asyik merenda membuat taplak meja. Mbah Ninik menjahit daster dengan jahit tangan. Mbah Merry (dia minta dipanggil oma Merry) bahkan punya hobby keren. Oma melukis ! gunung yang terlihat dari kamarnya menjadi objek lukisan.
“Mengapa oma tinggal disini?” tanya Devi hati – hati. Oma meliriknya sebentar, untuk kemudian kembali ke lukisannya. Devi merasa tidak enak hati, betapa lancangnya dia bertanya hal – hal yang mungkin melukai oma, “maafkan pertanyaan saya ya oma”, lagi – lagi Oma meliriknya,”aku bukan tak mau jawab, tapi aku lagi konsen dengan ini”, Oma menunjuk kanvasnya. Oma akhirnya bercerita bagaimana ia berada disini. Ketiga anaknya sudah berkeluarga, dan semuanya tinggal berbeda kota. Anak – anaknya menangis ketika oma memutuskan tinggal di Panti setelah suaminya meninggal. Semua anaknya menginginkan ia tinggal bersama mereka. Mereka adalah anak – anak yang baik yang pasti bisa merawat ibunya. Bahkan memanjakannya. Tapi oma Merry berpikiran lain. Di kota ini, ia  dapat menularkan kepandaian yang dimilikinya. Oma sudah kondang. Ia sering diundang kelompok – kelompok PKK untuk mengajar berbagai keterampilan. Merangkai bunga, membuat kue, membuat dompet dari bungkus plastik makanan ringan dan banyak lagi. Meski usianya tujuh puluh, sambil tertawa (giginya belum ada yang tanggal), oma selalu mengaku berusia tujuh belas.
“Kalian menyanyi ya untuk menghibur kami, tapi jangan keras - keras” kata oma. Bisa jadi kelompok dua merupakan kelompok dengan tugas paling ringan.
            Kelompok ketiga kebagian logistik. Mereka berkutat di dapur membantu Ibu Tuti. Makan siang yang disiapkan cukup lengkap. Sayur sop matahari, tahu kukus bumbu kuning serta galantin manis. Ada melon sebagai buahnya.
“Garamnya sedikit saja ya ... tehnya juga tidak terlalu manis”. Ibu Tuti tersenyum dalam hati mengamati kerja anak anak. Betapa kakunya Vina memegang pisau ketika mengupas melon. Juga Rina yang beberapa kali meluruskan tangan ketika menguleg bumbu kuning. Begitulah anak – anak sekarang. Tidak banyak pengetahuan dapur yang mereka miliki, bisa jadi karena ada pembantu di rumah, atau seiring makin jarang keluarga yang memasak dan lebih suka berlangganan katering.      
            Kelompok empat yang terdiri siswa putra memang kebagian tugas terberat. Mereka harus membersihkan bak mandi, mengosek lantai kamar mandi, termasuk klosetnya. Tiga siswa di kelompok itu mengatakan tidak pernah membersihkan kamar mandi.. Meski mereka terengah – engah, tapi tampak mereka mengerjakan dengan gembira.
 Waktu berlalu begitu cepat, tak terasa sudah pukul 12.00 siang saat anak – anak harus berpamitan, karena para mbah harus istirahat. Sungguh mereka memperoleh pengalaman berharga.
“Jangan hanya berhenti disini,nak. Apa yang kalian kerjakan disini, praktekkanlah di rumah. Meski ada asisten rumah tangga, lakukan sendiri apa yang bisa kalian lakukan. Membersihkan kamar tidur, sesekali belajar memasak di hari libur,  mungkin berkebun, atau mengembangkan hobby, seperti oma Merry, karena semakin kalian banyak learning by doing, kalian akan semakin kaya pengalaman” . Di sudut ruang, Evan berkali – kali mengusap air matanya. Ia teringat neneknya yang dua minggu lalu dipanggil Tuhan. Sebelum meninggal, beberapa kali nenek menelponnya untuk datang.
“Lama kamu nggak nengok Uti, Van. Mampirlah kalau pulang sekolah. Mangga di belakang rumah sudah mulai masak, dan itu untukmu. Apa kamu juga nggak kangen dengan sambal terasi bikinan Uti?”. Evan biasa bermanja dengan Utinya bahkan minta disuapi segala.Suapan lewat tangan Uti luar biasa enaknya.Tapi Evan belum bisa memenuhi permintaan neneknya. Ia beralasan, sepulang sekolah harus les ke bimbingan belajar. Sampai berita duka itu datang. Nenek tidak sakit. Beliau tidur siang dan tidak bangun lagi.
“Maafkan cucumu ini,Uti. Aku merindukanmu.....”. airmata Evan menderas.
******
kowe nang ndi         = kamu dimana
nduk                           = panggilan untuk anak perempuan
Uti                               = kependekan dari Eyang Putri = nenek.

Jumat, 30 Agustus 2019

Cermin 3


ARSYA YANG CANTIK….

Arsya memang cantik.Ditambah kemahirannya berbahasa Inggris membuat banyak orang terkagum – kagum.Namun entah mengapa,di hatiku paling dalam, aku tidak terlalu respek dengannya.Ini jelas respon yang amat buruk. Aku gurunya, mestinya mencintai semua murid dengan kadar sama.Tapi tidak untuk Arsya.Diam – diam aku tidak menyukainya. Ia terlambat masuk kelas kemarin.Ketika kutanya, ia menjawab santai. Habis dari kantin.Makan belum selesai.Sayang kalau ditinggal.Tanpa rasa bersalah.Dan ternyata ia melakukan hal yang sama pada beberapa pelajaran yang lain.Pelajaran yang tidak disukainya atau pada guru yang tidak disukainya?.
Ia memang aset sekolah. Beberapa kali membawa nama harum dari berbagai kejuaraan bahasa yang diikutinya.Di upacara hari Senin, namanya tersanjung. Namun menurutku, secara psikologis, ia tidak siap dengan sanjungan itu. Ia selalu berjalan tegak dengan dada membusung.
Tergopoh – gopoh dia masuk kelas.Langsung menuju tempat duduknya.Seperti biasa, ia terlambat lima belas menit.
“Darimana?”,tanyaku berusaha dengan nada rendah, meski darahku sudah sampai ke ubun – ubun. Pertanyaan yang tidak perlu sebenarnya, karena ia akan memberikan jawaban yang sama.
 “Bagaimana kalau kali ini kamu belajar di perpustakaan?Ibu beri beberapa soal yang harus dikerjakan”
“Tapi saya bisa ketinggalan pelajaran,Bu” bantahnya.
“Keterlambatanmu telah mengganggu teman yang lain.Dan wajar kalau Ibu harus memberimu hadiah atas keterlambatanmu kali ini”,kusodorkan beberapa soal,”kumpulkan istirahat nanti”. Arsya menerima bukuku dengan bersungut. Aku tidak ingin membedakan satu dengan yang lain. *

“Bu Alfa, ada tamu….”,Mbak Delta menyampaikan pesan.Mestinya dia tak perlu melakukan hal itu.Toh aku lagi mengajar.Sang tamu tentu harus menunggu sampai aku menyelesaikan tugasku.Setengah jam kemudian aku baru bisa menemuinya. Seorang perempuan cantik menungguku.
“Saya ibunya Arsya” ia memperkenalkan diri.
“Ada yang bisa saya bantu,Bu?”
“Kemarin dia pulang dengan menangis.Malu katanya dikeluarkan dari kelas pada saat jam Ibu”
“Saya memintanya belajar di perpustakaan.Dia sampaikan juga mengapa saya menyuruhnya demikian?”.
“Karena dia terlambat lima menit. Mengapa Ibu tidak memberinya toleransi?Kalau kantin penuh, wajar anak antre membayar kan?” perempuan di depanku menatapku lekat.
“Bukan lima menit Ibu.Tapi lima belas menit”, aku mengkoreksi ucapannya.Kubuka daftar presensiku.Kusampaikan keterlambatan yang telah dilakukannya. Aku meminta Mbak Delta memanggil Bu Ana,guru pembimbingnya.
“Bu Ana mungkin bisa menjelaskan lebih banyak”.Bu Ana memiliki rekaman seluruh siswa bimbingannya.Termasuk masalah –masalah yang dimiliki.Arsya hampir selalu terlambat masuk kelas setelah waktu istirahat habis.Dengan alasan yang sama.
“Kami baru akan memanggil Ibu, tapi terima kasih Ibu sudah rawuh duluan”,sambut Bu Ana ramah.
”saya sudah melakukan bimbingan padanya tiga kali.Ia juga sudah berjanji secara tertulis untuk tidak terlambat masuk kelas.Namun ternyata janji tinggal janji.Jika pada pelajaran tertentu, bisa jadi ia bermasalah dengan pelajaran itu atau dengan gurunya.Tapi ini hampir pada semua mata pelajaran.Saya mengamati di kelas, ia juga tidak begitu banyak bergaul dengan temannya. Mungkin lebih baik dia dipanggil saja untuk kita dengar penjelasannya”
Arsya datang (seperti biasa dengan bersungut.Tapi tetap saja terlihat cantik).Dia sama sekali tidak mau menjawab pertanyaan yang diajukan Bu Ana.Kulihat Ibunya mulai jengkel.
“Dari awal aku sudah bilang kan ke Mama, aku tidak suka sekolah di sini.Aku ingin ke kota.Aku pasti bisa berprestasi lebih baik.Disini banyak anak desanya, sama sekali tidak ada tantangan” oi...oi,sombong sekali dia.Justru ketika ia bersekolah di Kabupaten, menjadi juara Kabupaten, dia berkesempatan maju ke tingkat Propinsi.Di kota belum tentu peluang itu ada.Persaingan tingkat kota demikian ketatnya.Ia yang pandai di kabupaten, bisa jadi bukan siapa – siapa di kota.Perempuan cantik di depanku tampak menahan marah.Kami tinggalkan mereka agar lebih leluasa berdialog.Ada satu pelajaran yang dapat kupetik. Apa yang kita tanam, maka itulah yang akan kita panen. Kita menanam jambu, maka kita akan memanen jambu, tidak mungkin memanen mangga. Jika kita menanam kebencian, maka kita akan memanen kebencian, juga sebalikya jika kita ramah, maka orang lain akan ramah dengan kita. Itulah hukum timbal balik.

Orang tidak dapat membaca pikiranku,tetapi mereka dapat melihat tindakanku.
Tindakan kita menegaskan diri kita sebagai pribadi.
Jika aku ingin orang memperlakukan diriku dengan baik,
Aku perlu bersikap menyenangkan mereka.*)

*) dinukil dari 40 pikiran beracun yang merusak hidup anda (Arnold
A.Lazarus,P.Hd dkk)

Selasa, 27 Agustus 2019

REVIEW RUMAH BELAJAR

https://youtu.be/uieBsOBpPbQ
MENGULAS RUMAH BELAJAR

Semangat pagi sahabat VCT, kesempatan kali ini saya akan mereview Rumah Belajar Kemdikbud.

Pertama akan saya ulas adalah  konten Sumber Belajar Matematika. Ada modul yang di sana masih menggunakan istilah SK KD sementara untuk kurikulum K13 istilahnya sudah KI- KD. Ada juga modul yang penulisannya langsung ke indicator. Disamping itu juga latihan matematikanya tidak bisa dibuka, sementara di mata pelajaran lain latihannya bisa dibuka. Saya menyarankan agar penulisan modul itu ada kaidah yang diseragamkan sehingga tampilannya lebih enak untuk dilihat.

Ulasan saya yang kedua di Rumah Belajar Kemdikbud ini tentang Bank Soal.  Saya membuka pada Evaluasi Mandiri Matematika kelas 12 disana tercampur dengan soal Kimia. Pada Evaluasi Umum tercampur mata pelajaran lain yaitu soal Fisika. Di situ juga tidak dipisahkan antara konten Matematika wajib dan Matematika peminatan. Meskipun di sana ditulis isi menjadi tanggung jawab si penulis tapi ketidaktelitian semacam ini menjadi tidak nyaman untuk diikuti,  dan secara tidak langsung merugikan Rumah Belajar karena kesan pertama sudah tidak menggoda. Saran saya perlu adanya kolaborasi dengan guru lain untuk meneliti kesesuaian materinya, demikian juga dari pihak Rumah Belajar menyiapkan tim sebagai editor supaya materi yang diunggah sudah betul-betul sempurna.

Demikian ulasan saya untuk Rumah Belajar Kemdikbud. Semoga ulasan yang sedikit ini bisa membuat Rumah Belajar menjadi lebih baik kedepannya, karena Rumah Belajar sangat membantu siswa khususnya yang secara ekonomi mungkin tidak dapat mengikuti bimbingan belajar berbayar maka Rumah Belajar ini akan menjadi alternatif. 

 
Salam,
Ani Taruastuti
SMA Negeri  I Ungaran


Minggu, 25 Agustus 2019

Cermin 2


MAAFKAN IBU, NAK !

Aku tergugu tak mampu berkata. Algebra murid terkasihku semakin tertunduk dengan buliran air mata yang menderas. Ingin aku bertanya lebih jauh, tapi tak kuasa.
“Sudahkah orang tuamu tahu?”, tanyaku akhirnya. Algebra menggeleng,    “ Mama pasti sangat kecewa. Ujian tinggal sebentar lagi”.
“ Tanpa kau beritahu, Beliau tetap akan tahu. Apakah kamu ingin Ibu yang bicara ?”. Algebra menatapku. Aku mengelus rambut hitam panjangnya.
Gebra tergolong pendiam. Dia juga sepertinya tidak punya teman akrab di kelas. Saat istirahat, yang lain lari ke kantin, ia memilih membuka bekal yang dibawa dari rumah. Ia juga bukan orang yang mudah menunjukkan ekspresinya. Ketika pelajaran olah raga dan mereka tertawa terbahak – bahak karena Rudi terjengkang – jengkang karena menyelamatkan bola saat bermain volley, Gebra hanya tersenyum secukupnya. Maka apa yang terjadi padanya, sungguh sulit kumengerti. Kevin adalah temannya dari kecil. Mereka tinggal sekompleks, dan baru berpisah sekolah saat SMA ini. Kevin pintar, sehingga ia memilih melanjutkan ke kota.  Mama Gebra mengenalnya dengan baik dan tidak jarang meminta Kevin menemani anaknya jika ia harus pulang terlambat. Menurut Gebra, Kevin mengajarinya bagaimana menghafal pelajaran sejarah secara cepat. Ya, Kevin membuat gambar – gambar yang saling terkait. Materi teks dipindahkannya secara visual. Kevin juga mempunyai mnemonic lucu – lucu untuk mengingat rumus rumus kimia. Diam – diam Gebra mengagumi temannya ini. *
            Di depanku telah duduk perempuan dengan usia jauh di atasku. Tapi tetap cantik. Meski begitu, gurat kelelahan tidak mampu disembunyikan. Mama Algebra sudah dua tahun ini menjadi single parent. Suaminya meninggal karena sakit. Kesukaannya menjahit yang kemudian menghidupi mereka. Jahitannya sungguh halus, dan tidak disangka banyak ibu pejabat yang menyukainya. Kini Mama Algebra punya butik dengan beberapa karyawan.
“Ada beberapa pilihan yang bisa diambil, Bu. Algebra bisa ambil cuti sakit dan tahun depan mengulang kembali. Namun tentu faktor psikologis yang ia dapat sangat besar. Pilihan kedua, Ibu memintakan ia pindah. Algebra dapat mengikuti ujian Paket C di tahun yang sama”.
Mama Algebra terus menangis. Tapi ia menolak sapu tangan yang kusodorkan. Sore itu, kami berpisah. Dengan kegalauan yang sama.
*
            Ujian telah berlangsung.Algebra memutuskan keluar.Waktu itu mamanya datang,tapi tidak mampu bercerita banyak.
“Yang jelas, saya tidak mengijinkan mereka menikah dini”. Aku ingin bertanya, bagaimana dengan anak yang dikandung Algebra.  Tapi aku merasa, pertanyaan itu terlalu jauh. Algebra juga tidak pernah menghubungiku. Murid terkasihku, begitu besar kesedihan yang harus kau tanggung. Dan siang tadi, kejutan datang. Algebra menelponku. Setelah lima bulan tanpa berita.
“ Ibu, maukah menungguku melahirkan?” ada suara cemas disana.
“ Engkau dimana?”
“ Di tempat Nenek”
            Perjalanan ini menempuh waktu empat jam. Seharusnya cukup dua sampai dua setengah jam. Rob Semarang utara sungguh parah. Travel yang kutumpangi terpaksa memutar melalui daerah Bangetayu, jalannya sempit,dan para pengendara sepeda motor  yang tidak tertib, membuat sopir travel beberapa kali menggerundel. Memasuki kota Demak,pemandangan jajaran pohon trembesi yang indah sedikit mengurangi kantukku. Bocah di sebelahkupun tampak gembira menikmati perjalanan ini. Beberapa kali ia bertanya pada bundanya tentang pohon – pohon di pinggir jalan.   Perasaanku teraduk – aduk. Kelucuan bocah ini membuatku ingin segera bertemu Gebra. Aku belum menikah. Tapi aku sungguh panik dengan kehamilan Algebra ini. Aku seperti seorang nenek yang akan mendapat cucu pertama. Aku langsung menuju rumah sakit. Dokter memperkirakan ia melahirkan malam ini. Benar saja, di ruang tunggu sudah ada beberapa orang. Selain Mama Algebra, ada seorang tua yang kuperkirakan neneknya. Juga sepasang suami istri.
“Kenalkan,ini kakak suami saya.Kebetulan tinggal di dekat sini“.Kami saling bersalaman.Tangan mereka dingin.Sama dengan tanganku.Kami punya kecemasan yang sama.Ruang dokter terbuka.
“Apakah gurunya sudah datang?”. Aku tergopoh menghampiri.
“Algebra ingin berbincang dengan anda, sambil menunggu proses kelahiran yang mungkin sekitar satu dua jam lagi”, Aku menatap Mama Algebra untuk memohon ijin.
           
Di bed putih,murid terkasihku tampak sudah menunggu.
“ Ibu…pasti capek sekali perjalanannya ya” Ia sedikit meringis kesakitan.
“Kata dokter bayiku laki – laki….” Ia mengusap perutnya yang besar dengan bahagia. Aku tak bisa berkata. “tapi ia segera menjadi milik Budhe...”. Algebra terbata. Aku menggenggam tangannya.
“Aku mulai mencintainya, Bu”, ia mengusap perutnya lagi, ”Tapi aku tidak lupa dengan cita – citaku”. Algebra sungguh ingin jadi dokter. Ia belajar keras, namun kejadian tak diinginkan telah terjadi.
“Sungguh bodoh ketika Kalvin sering memujiku,aku seperti terlempar ke langit biru yang indah.Dan semuanya membuyarkan impianku. Seperti saran Ibu, aku akhirnya jujur sama Mama.Kami bicara banyak. Mama tidak ingin aku menikah.Akupun tidak pernah berpikir untuk menikah.Kami adalah anak anak bau kencur yang salah arah.Dia pasti juga memiliki beban yang tak kalah beratnya.Kevin juga punya impian akan masa depannya”.Gebra menyibakkan rambutnya, matanya berkaca -  kaca menerawang jauh.
“Budhe yang akan merawat bayiku,Bu. Beliau pernah punya anak.Tapi meninggal ketika baru berumur beberapa minggu.Aku bahagia karena punya keluarga besar yang menyayangiku, meski aku telah menyusahkan mereka. Aku juga berterima kasih pada Ibu karena telah membuatku senang matematika. Kata Dokter Alfa, kalau ingin jadi dokter harus bagus nilai matematikanya” Algebra kembali meringis.
“ Mungkin sudah waktunya Bu. Bisa minta tolong dipanggilkan Suster?”.
*
Tak lama terdengar tangis bayi yang gagah. Algebra mencium lama kening anaknya.
“Maafkan Ibu, Nak. Bukan karena tak mau merawatmu. Tapi ini demi kebaikan kita bersama. Doakan Mamamu ini bisa jadi dokter. Kelak kita pasti akan bersama.....”
            Aku menutup catatanku, berharap Gebra dapat meraih cita – citanya. Berharap ia tidak melupakan anaknya.  Berharap murid – murid perempuanku lebih berhati – hati dalam bergaul, karena jika terjadi seperti Gebra, maka perempuanlah yang sangat rugi. Tertunda impian, atau bahkan harus membuang impian masa depan. Anak – anak yang sudah kita didik dengan baik, tetap harus selalu dalam pendampingan, karena kehidupan adalah belantara.
******
Mnemonic = alat bantu mengingat,  bisa berupa singkatan- singkatan yang mudah dihafal. Sebagai contoh, mnemonic pada matematika yang sangat dikenali siswa adalah cosami, sindemi dan tandesa untuk menunjukkan perbandingan sisi – sisi pada segitiga siku – siku.

Artikel Tugas Proyek Statistika