ARSYA YANG CANTIK….
Arsya memang cantik.Ditambah kemahirannya berbahasa Inggris
membuat banyak orang terkagum – kagum.Namun entah mengapa,di hatiku paling
dalam, aku tidak terlalu respek dengannya.Ini jelas respon yang amat buruk. Aku
gurunya, mestinya mencintai semua murid dengan kadar sama.Tapi tidak untuk
Arsya.Diam – diam aku tidak menyukainya. Ia terlambat masuk kelas kemarin.Ketika
kutanya, ia menjawab santai. Habis dari kantin.Makan belum selesai.Sayang kalau
ditinggal.Tanpa rasa bersalah.Dan ternyata ia melakukan hal yang sama pada
beberapa pelajaran yang lain.Pelajaran yang tidak disukainya atau pada guru
yang tidak disukainya?.
Ia memang aset sekolah. Beberapa kali membawa nama harum
dari berbagai kejuaraan bahasa yang diikutinya.Di upacara hari Senin, namanya
tersanjung. Namun menurutku, secara psikologis, ia tidak siap dengan sanjungan
itu. Ia selalu berjalan tegak dengan dada membusung.
Tergopoh – gopoh dia masuk kelas.Langsung menuju tempat
duduknya.Seperti biasa, ia terlambat lima belas menit.
“Darimana?”,tanyaku
berusaha dengan nada rendah, meski darahku sudah sampai ke ubun – ubun.
Pertanyaan yang tidak perlu sebenarnya, karena ia akan memberikan jawaban yang
sama.
“Bagaimana kalau kali ini kamu belajar di
perpustakaan?Ibu beri beberapa soal yang harus dikerjakan”
“Tapi
saya bisa ketinggalan pelajaran,Bu” bantahnya.
“Keterlambatanmu
telah mengganggu teman yang lain.Dan wajar kalau Ibu harus memberimu hadiah
atas keterlambatanmu kali ini”,kusodorkan beberapa soal,”kumpulkan istirahat
nanti”. Arsya menerima bukuku dengan bersungut. Aku tidak ingin membedakan satu
dengan yang lain. *
“Bu Alfa, ada tamu….”,Mbak Delta menyampaikan pesan.Mestinya
dia tak perlu melakukan hal itu.Toh aku lagi mengajar.Sang tamu tentu harus
menunggu sampai aku menyelesaikan tugasku.Setengah jam kemudian aku baru bisa
menemuinya. Seorang perempuan cantik menungguku.
“Saya
ibunya Arsya” ia memperkenalkan diri.
“Ada
yang bisa saya bantu,Bu?”
“Kemarin
dia pulang dengan menangis.Malu katanya dikeluarkan dari kelas pada saat jam
Ibu”
“Saya
memintanya belajar di perpustakaan.Dia sampaikan juga mengapa saya menyuruhnya
demikian?”.
“Karena
dia terlambat lima menit. Mengapa Ibu tidak memberinya toleransi?Kalau kantin
penuh, wajar anak antre membayar kan?” perempuan di depanku menatapku lekat.
“Bukan
lima menit Ibu.Tapi lima belas menit”, aku mengkoreksi ucapannya.Kubuka daftar
presensiku.Kusampaikan keterlambatan yang telah dilakukannya. Aku meminta Mbak
Delta memanggil Bu Ana,guru pembimbingnya.
“Bu Ana
mungkin bisa menjelaskan lebih banyak”.Bu Ana memiliki rekaman seluruh siswa
bimbingannya.Termasuk masalah –masalah yang dimiliki.Arsya hampir selalu
terlambat masuk kelas setelah waktu istirahat habis.Dengan alasan yang sama.
“Kami
baru akan memanggil Ibu, tapi terima kasih Ibu sudah rawuh duluan”,sambut Bu Ana ramah.
”saya
sudah melakukan bimbingan padanya tiga kali.Ia juga sudah berjanji secara
tertulis untuk tidak terlambat masuk kelas.Namun ternyata janji tinggal janji.Jika
pada pelajaran tertentu, bisa jadi ia bermasalah dengan pelajaran itu atau
dengan gurunya.Tapi ini hampir pada semua mata pelajaran.Saya mengamati di
kelas, ia juga tidak begitu banyak bergaul dengan temannya. Mungkin lebih baik
dia dipanggil saja untuk kita dengar penjelasannya”
Arsya datang (seperti biasa dengan bersungut.Tapi tetap
saja terlihat cantik).Dia sama sekali tidak mau menjawab pertanyaan yang
diajukan Bu Ana.Kulihat Ibunya mulai jengkel.
“Dari
awal aku sudah bilang kan ke Mama, aku tidak suka sekolah di sini.Aku ingin ke
kota.Aku pasti bisa berprestasi lebih baik.Disini banyak anak desanya, sama
sekali tidak ada tantangan” oi...oi,sombong sekali dia.Justru ketika ia
bersekolah di Kabupaten, menjadi juara Kabupaten, dia berkesempatan maju ke
tingkat Propinsi.Di kota belum tentu peluang itu ada.Persaingan tingkat kota
demikian ketatnya.Ia yang pandai di kabupaten, bisa jadi bukan siapa – siapa di
kota.Perempuan cantik di depanku tampak menahan marah.Kami tinggalkan mereka
agar lebih leluasa berdialog.Ada satu pelajaran yang dapat kupetik. Apa yang
kita tanam, maka itulah yang akan kita panen. Kita menanam jambu, maka kita akan
memanen jambu, tidak mungkin memanen mangga. Jika kita menanam kebencian, maka
kita akan memanen kebencian, juga sebalikya jika kita ramah, maka orang lain akan
ramah dengan kita. Itulah hukum timbal balik.
Orang tidak dapat membaca pikiranku,tetapi
mereka dapat melihat tindakanku.
Tindakan kita menegaskan diri kita
sebagai pribadi.
Jika aku ingin orang memperlakukan diriku
dengan baik,
Aku perlu bersikap menyenangkan mereka.*)
*) dinukil dari 40 pikiran beracun yang
merusak hidup anda (Arnold
A.Lazarus,P.Hd
dkk)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar